Sidang Perdana Praperadilan Masyarakat Adat Sihaporas Digelar di PN Simalungun

Simpatisan Melakukan Aksi Damai Di Luar Pengadilan Negeri Simalungun
banner 468x60

Pengadilan Negeri (PN) Simalungun menggelar sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh masyarakat adat Sihaporas terkait kasus dugaan penculikan lima warga adat Sihaporas pada 22 Juli 2024 Pukul 03:00 dini hari. Senin (12/08/2024).

Sidang yang tercatat dengan nomor perkara 04/Pid.Pra/2024/PN Sim, dimulai pukul 10.00 WIB di ruang sidang Cakra. Sidang ini dipimpin oleh hakim Anggraena E. Roria Sormin, S.H., M.H., yang menyatakan bahwa persidangan akan berlangsung secara maraton selama tujuh hari. Hakim meminta agar pihak termohon dan pemohon menyiapkan semua yang diperlukan untuk memperlancar jalannya persidangan, termasuk identitas saksi yang akan diajukan oleh kedua belah pihak.

Kuasa hukum masyarakat Adat Sihaporas sedang mempersiapkan berkas di ruang sidang sebelum sidang dimulai.

Kuasa hukum masyarakat adat Sihaporas yang tergabung dalam Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), Hendra Sinurat, mengungkapkan bahwa mereka telah mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan sidang praperadilan ini. “Kami, sebagai kuasa hukum korban yang tergabung dalam TAMAN, telah mempersiapkan semua bukti-bukti dugaan adanya pelanggaran SOP dalam proses penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka 4 masyarakat adat Sihaporas dan kesiapan mental untuk menghadapi persidangan. Kami optimis,” ujarnya kepada Inspirasi.online usai sidang ditutup.

Baca Juga :  Sekjen AMAN Kecam Penculikan Lima Anggota Masyarakat Adat Sihaporas: Pelanggaran HAM!

Hendra juga berharap agar hakim dapat bersikap objektif dalam memimpin sidang praperadilan ini untuk menguji dugaan Polres Simalungun telah melanggar prosedur dalam penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka. “Kami berharap hakim objektif,” ungkapnya.

Sebelum sidang dimulai, puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL, terdiri dari mahasiswa, masyarakat adat, dan aktivis lingkungan, menggelar aksi demonstrasi di depan PN Simalungun. Para demonstran mendesak agar pengadilan serius menanggapi sidang praperadilan terkait kasus penculikan oleh Polres Simalungun terhadap lima warga adat Sihaporas. Aksi ini diwarnai dengan pembentangan spanduk dan poster bertuliskan tuntutan seperti “Masyarakat Mengecam Tindakan Polres Simalungun sebagai Pelaku Penculikan” dan “Bebaskan 5 Warga Adat Sihaporas yang Diculik Polres Simalungun”.

Baca Juga :  Polri Lestarikan Negeri Melalui Penanaman 1600 Pohon Sejak Dini Di Polres Dan Polsek Jajaran Polres Humbahas
Aksi massa yang terdiri dari Mahasiswa, Masyarakat Adat dan Organisasi masyarakat sipil briefing sebelum aksi demontrasi dimulai

Pimpinan aksi, Doni Munte, dalam orasinya menyatakan bahwa tujuan aksi ini adalah untuk mengawal sidang praperadilan tersebut. Ia juga menyoroti adanya intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap masyarakat adat, yang menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum belum berpihak pada masyarakat adat. “Mereka melanggar SOP penangkapan masyarakat adat. Keparat wujud aparat!” tegas Doni.

Nurinda Napitu, istri Jonny Ambarita, turut menyuarakan rasa ketidakadilannya sambil menangis. Ia bercerita bahwa pada tahun 2019 suaminya divonis sembilan bulan penjara atas tuduhan yang tidak pernah dilakukan, dan pada tahun 2022, masyarakat adat Sihaporas juga menjadi korban intimidasi dengan diturunkannya 500 aparat kepolisian ke wilayah adat Sihaporas. Nurinda menjadi korban saat aparat memaksa masuk ke wilayah adatnya, padahal tujuan mereka adalah pengamanan W20 Summit di Parapat. Pada saat kejadian penculikan warga adat Sihaporas pada 22 Juli 2024 pukul 03.00 WIB, Nurinda juga mengalami intimidasi, bahkan anaknya yang berumur 10 tahun juga menjadi korban kekerasan. “Dimana hati nurani kalian, polisi?” tanya Nurinda dengan tegas. Ia juga menambahkan, “Kalian juga punya anak dan orang tua, bagaimana jika hal ini terjadi pada kalian?” Tutup nya.

Pos terkait