Investigasi Mengungkap : PT.TPL Biang Kerok di Balik Banjir Bandang Parapat

Ket: Bukaan lahan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon, Kabupaten Simalungun.
banner 468x60

PARAPAT – Inspirasi.online|| Parapat kembali dilanda banjir bandang setelah hujan deras mengguyur kawasan tersebut. Luapan Sungai Batu Gaga membawa lumpur dan bebatuan yang menghantam permukiman warga, merusak rumah, serta melumpuhkan aktivitas ekonomi dan transportasi di daerah wisata ini. (16/03/2025)

Seorang warga lanjut usia, korban banjir, mengungkapkan ketakutannya setiap kali hujan turun. “Mau pagi, siang, sore, atau malam, begitu terdengar suara gemuruh air, kami langsung waspada. Kami berharap pemerintah menindak tegas para perusak hutan di atas sana,” ujarnya.

Berdasarkan laporan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebanyak 11 rumah mengalami kerusakan parah, sementara 138 kepala keluarga terdampak langsung. Beberapa fasilitas umum, termasuk rumah sakit dan Hotel Atsari, turut terendam lumpur. Akses jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige lumpuh akibat longsor dan genangan air.

Bacaan Lainnya
Baca Juga :  Tokoh HKBP Ir.Romein Manalu,MAP Apresiasi Langkah Ephorus HKBP, TPL Harus Perhatikan Masyarakat Untuk Akses Jalan Menuju Ladang

Tiga hari setelah bencana, Parapat masih dalam kondisi belum pulih. Banyak rumah makan tutup, sementara warga bergotong royong membersihkan sisa material banjir. Ngatiman, seorang pemilik usaha di kawasan Panatapan, mengungkapkan dampak ekonomi yang dirasakan. “Biasanya, dampak longsor seperti ini terasa lebih dari satu bulan. Wisatawan takut singgah, sehingga usaha kami merugi,” keluhnya. Perdebatan mengenai penyebab banjir Parapat mengemuka di media sosial dan media massa. Sebagian pihak menyalahkan hujan deras, namun banyak yang menuding deforestasi di hulu sebagai faktor utama, terutama di kawasan Bangun Dolok.

Ket: Luapan Sungai Batu Gaga yang membawa lumpur dan batu-batu menimbun rumah warga di Parapat.

Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Tinambunan, menegaskan dalam konferensi pers pada 17 Maret 2025 bahwa banjir ini bukanlah “ujian dari Tuhan,” melainkan akibat perusakan lingkungan oleh manusia. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil investigasi terbaru yang dilakukan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Auriga Nusantara, dan Jaringan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (JAMSU) pada 19 Maret 2025, tiga hari setelah bencana terjadi.

Baca Juga :  Wakil Bupati Tapanuli Utara Deni Lumbantoruan Pimpin Rakor Perdana Dengan OPD dan Camat Kabupaten Tapanuli Utara

Investigasi mengungkapkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, telah terjadi pembukaan hutan besar-besaran di lima kecamatan sekitar Parapat—Girsang Sipangan Bolon, Dolok Panribuan, Pematang Sidamanik, Hatoguan, dan Jorlang Hataran—yang semuanya berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Bolon, Simalungun.

Data dari Balai Pengelolaan DAS (BP DAS) menunjukkan bahwa pada tahun 2000, luas hutan alam di wilayah ini masih 10.348 hektar, namun pada 2023 hanya tersisa 3.614 hektar. Artinya, dalam 23 tahun terakhir, kawasan ini kehilangan 6.148 hektar hutan.

Pada periode yang sama, luas kebun eukaliptus justru meningkat hingga 6.503 hektar, menunjukkan bahwa perubahan tutupan hutan di lima kecamatan ini sebagian besar terjadi akibat ekspansi perkebunan eukaliptus.

Baca Juga :  Jaksa Penuntut Umum Dakwa Eks Kadis Kominfo Tapanuli Utara Korupsi ISP 2,8 Miliar 

PT Toba Pulp Lestari (TPL) memiliki wilayah konsesi seluas 20.360 hektar di sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun. Analisis perubahan tutupan hutan menunjukkan deforestasi besar-besaran di dalam konsesi ini.

Pada tahun 2000, luas hutan alam di sektor Aek Nauli masih 10.348 hektar. Namun, pada 2023, hanya tersisa 3.614 hektar, dengan total kehilangan 6.734 hektar dalam 23 tahun terakhir. Periode deforestasi terbesar terjadi pada 2005-2010, dengan kehilangan 2.779 hektar hutan, disusul oleh periode 2010-2023 dengan penyusutan 2.336 hektar.

Banjir bandang yang terus berulang di Parapat menunjukkan lemahnya pengawasan tata ruang di wilayah DAS Bolon-Simalungun. Jika tidak ada langkah tegas untuk menghentikan perusakan hutan dan memulihkan lahan kritis, bencana serupa dipastikan akan terus mengancam wilayah ini. (Red)

Pos terkait