Brutalitas Penculikan Masyarakat Adat Sihaporas: Fakta yang Menantang Keterangan Ahli di Sidang Praperadilan.

Persidangan Dikawal Ketat, Simpatisan Masyarakat Adat Padati Ruang Sidang
banner 468x60

Simalungun, 15 Agustus 2024- Sidang praperadilan terkait penculikan empat anggota masyarakat adat Sihaporas—Thomson Ambarita, Jonny Ambarita, Parando Tamba, dan Giovani Ambarita—kian memanas di Pengadilan Negeri Simalungun. Persidangan yang telah memasuki hari keempat ini melibatkan pemeriksaan saksi dari pihak pemohon dan termohon, di tengah dukungan aktif dari masyarakat adat, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL. Setiap hari, suasana persidangan diwarnai dengan orasi dan panggung rakyat yang penuh semangat.

 

Kuasa hukum keempat korban menghadirkan beberapa saksi kunci, termasuk Dosmar Ambarita, Nurida Napitu, dan Anita Simanjuntak. Dosmar, yang juga menjadi korban penculikan pada 22 Juli 2024, memberikan kesaksian yang menggambarkan betapa brutalnya aksi para pelaku.

Baca Juga :  Polres Simalungun Diduga Lakukan Pelanggaran HAM, Masyarakat Adat Sihaporas Lapor ke Mabes Polri dan Kompolnas

Dosmar menggambarkan bagaimana para pelaku, yang tiba-tiba masuk ke rumahnya saat ia tertidur, membangunkannya dengan bentakan dan pukulan. Dalam aksi tersebut, seorang perempuan bernama Nurida Napitu mengalami kekerasan serupa—ditekan dengan kaki dan diborgol—serta dua anak-anak berusia 10 tahun menjadi saksi dan korban dari kebiadaban para pelaku. Kedua anak ini, salah satunya bahkan dipiting oleh pelaku saat menyaksikan kekerasan yang menimpa orang tuanya.

Saat kejadian, pelaku menembakkan senjata sebanyak dua kali ke atap rumah dan merusak sepeda motor milik Dosmar. Para korban kemudian diseret ke dalam mobil yang terdiri dari jenis Avanza, Double Kabin, dan truk, yang sebelumnya sering terlihat di area pembibitan PT. TPL.

Setibanya di Polres Simalungun, para korban kembali mengalami kekerasan. Keempat korban mengalami luka lebam di wajah akibat pemukulan yang mereka terima.

Baca Juga :  Polisi Tetapkan Pemilik 71 Ton Solar Tanpa Izin di Tanjungbalai Tersangka

Nurida Napitu, istri Jonny Ambarita, juga memberikan kesaksian tanpa sumpah tentang kekerasan yang ia alami saat suaminya diculik. Ia mengungkapkan bahwa dirinya sempat diborgol dan diinjak punggungnya, namun dilepaskan setelah diketahui bahwa ia adalah seorang perempuan. Anak-anaknya yang berusia 10 dan 8 tahun juga menjadi korban kekerasan, dengan salah satu anaknya, Arjuna Ambarita, dibenturkan ke dinding rumah.

Anita Simanjuntak, yang datang ke lokasi setelah dihubungi oleh Nurida, memberikan kesaksian tentang kondisi traumatis yang dialami oleh anak-anak Nurida setelah menyaksikan penculikan ayah mereka.

Dalam persidangan ini, pihak termohon menghadirkan saksi ahli Prof. Maidin Gultom, Rektor Universitas Katolik St. Thomas Medan. Prof. Maidin menyatakan bahwa penangkapan tanpa surat tugas dan surat perintah dapat dibenarkan dalam situasi darurat, merujuk pada Perkapolri No 6 Tahun 2009. Namun, kuasa hukum pihak pemohon, Nurleli Sihotang, menilai bahwa konsep darurat yang disampaikan oleh saksi ahli tidak relevan dengan penangkapan Thomson dan kawan-kawan.

Baca Juga :  Polri Lestarikan Negeri Melalui Penanaman 1600 Pohon Sejak Dini Di Polres Dan Polsek Jajaran Polres Humbahas

Perlu diketahui, keempat masyarakat adat Sihaporas tersebut diculik dari rumah mereka pada 22 Juli 2024 dini hari sekitar pukul 03.00. Penculikan dilakukan dengan kekerasan, tanpa memedulikan identitas para korban. Setelah penculikan, keberadaan mereka tidak diketahui hingga Polres Simalungun mengadakan konferensi pers yang menyatakan bahwa mereka telah ditetapkan sebagai tersangka dalam berbagai kasus.

Pos terkait