Dugaan Akibat Pengawasan Lemah, Perambahan Hutan di Tapanuli Utara Merajalela

Keterangan Foto : Penebangan kayu yang berlangsung di dusun pea tolong, (Doc/Abednego Manalu)
banner 468x60

TAPUT – Praktik pembalakan hutan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, kian meresahkan masyarakat. Aktivitas ilegal yang berlangsung di Dusun Pea Tolong, Desa Parbaju Toruan, Kecamatan Tarutung, Tapanuli Utara. bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mempertontonkan lemahnya pengawasan pihak terkait.

Pada 12 Agustus 2025, tim jurnalis bersama aktivis LSM menemukan aktivitas penebangan kayu berlangsung terbuka di lokasi. Warga sekitar mengaku resah, sebab pohon-pohon ditebang hingga ke bibir Sungai Situmandi, kawasan rawan longsor.

Maya Situmorang disebut-sebut masyarakat sebagai pengusaha yang mengendalikan penebangan. Saat dikonfirmasi, ia berdalih telah mendapat persetujuan masyarakat serta izin dari Kepala Desa Parbaju Toruan, Dinas Lingkungan Hidup, dan KPH XII.

Namun, pengakuan tersebut menjadi kontradiksi ketika dikonfirmasi lebih jauh.
Kepala Desa Parbaju Toruan, Hendra Amit Hutabarat, mengakui memang telah mengeluarkan izin. Lebih ironisnya, izin tersebut murni inisiatif pribadi tanpa koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.

“Tidak ada koordinasi dengan pemerintah daerah. Itu inisiatif saya sendiri,” ujar Kades Amit Hendra Hutabarat blak-blakan.

Baca Juga :  Unjukrasa Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL Sampaikan 7 Tuntutan Spesifik di Kantor DPRD Tapanuli Utara 

Kepala KPH XII Adri Sihotang, yang disebut pengusaha Maya Situmorang mengetahui aktivitas tersebut, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp nya, memilih Bungkam.

Dinas lingkungan hidup juga bungkam akan hal tersebut, ketika dikonfirmasi terkait aktivas pembalakan hutan yang masih berlangsung. Sebelumnya Kadis Lingkungan Hidup sudah menyampaikan akan menghentikan aktivitas tersebut.

Lebih janggal lagi ketika dikonfirmasi, Kardo Simanjuntak, Kabid Lingkungan Hidup Taput, justru balik bertanya,

“Pembalakan hutan yang mana?” Seolah-olah tidak mengetahui aktivitas yang telah menjadi sorotan masyarakat luas. Ketika video pembalkan dikirim untuk meminta tanggapan, Kardo Simanjuntak tidak memberikan tanggapannya.

Sementara itu, Heber Tambunan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Tapanuli Utara menegaskan tidak pernah memberikan izin kepada Maya Situmorang. Ia bahkan menyatakan aktivitas tersebut harus dihentikan.

Namun, fakta di lapangan bertolak belakang dengan pernyataan kadis lingkungan hidup, pembalakan kayu masih terus berlangsung hingga 20 Agustus 2025. Sesuai dengan laporan masyarakat yang menyatakan aktivitas penebangan kayu tersebut masih berlangsung.

Baca Juga :  Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto Pimpin Apel Pegawai Bersama, Rutan Tarutung Turut Hadir dalam Virtual Zoom

Selain itu, akses jalan rabat beton yang baru dibangun dari Pokir Anggota DPRD Taput mengalami kerusakan parah akibat aktivitas pengangkutan kayu pinus yang lalu lalang dari jalan tersebut.

Pembalkan di sekitar Sungai Aek Situmandi memperbesar potensi longsor dan banjir bandang yang bisa mengancam keselamatan warga desa.
Hal tersebut merupakan kejahatan lingkungan yang tidak boleh dibiarkan, Tegas Ketua LSM LP3D, Rahlan Sanrico Lumban Tobing.

Aktivitas ini jelas melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Pasal 17 juncto Pasal 82 undang-undang tersebut menegaskan, pelaku pembalakan liar dapat dihukum penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Artinya, izin sepihak dari kepala desa maupun dalih persetujuan masyarakat tidak memiliki dasar hukum, Ujar Sanriko.

Baca Juga :  Kepala Rutan Tarutung Beserta Jajaran Hadiri Syukuran Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Tapanuli Utara Periode 2025 - 2030 

Hal senada juga diasampikan, Ketua DPC LSM PERKARA (Pemerhati Kinerja Aparatur Negara) Kabupaten Tapanuli Utara, Bangun M.T Manalu.

“Kasus pembalakan liar di Desa Parbaju Toruan, Dusun Pea Tolong ini bukan sekadar pelanggaran administratif biasa, melainkan kejahatan lingkungan yang kita duga terorganisir. Fakta di lapangan menunjukkan ada dugaan pembiaran yang nyata dilakukan oleh oknum pihak terkait maupun pemerintah desa”, ujarnya.

“Ketika seorang kepala desa berani mengeluarkan izin sepihak tanpa koordinasi dengan pemerintah kabupaten, itu jelas bentuk penyalahgunaan wewenang. Lebih parah lagi, pejabat di Dinas Lingkungan Hidup seolah-olah cuci tangan dan berpura-pura tidak tahu. Sikap seperti ini bukan hanya mempermalukan institusi, tetapi juga mencederai kepercayaan publik.

Kasus perambahan hutan di Tapanuli Utara ini kini menjadi sorotan tajam. Publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk menghentikan aktivitas yang bukan saja merusak alam, tetapi juga mengancam keselamatan warga. (Abednego Manalu)

Pos terkait