Warga Dairi Bukan Tumbal Tambang: Masyarakat Di Sumatera Utara Desak MA Tegakkan Keadilan Untuk Keselamatan Rakyat

banner 468x60

Jakarta – Warga Dairi, Sumatera Utara, mendesak Majelis Hakim Mahkamah Agung untuk menegakkan keadilan demi keselamatan mereka yang terancam akibat operasi PT Dairi Prima Mineral (DPM). Desakan ini diserukan dalam konferensi pers bertajuk “Warga Dairi mengawal kasasi persetujuan Izin Lingkungan PT Dairi Prima Mineral (PT DPM), Warga Dairi Bukan Tumbal Tambang, Mahkamah Agung RI Tegakkan keadilan demi keselamatan ratusan ribu warga di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Senin (5/8/2024).

 

 

Seruan keadilan dari warga Dairi ini beriringan dengan insiden penculikan masyarakat adat Sihaporas oleh oknum Polres Simalungun yang sedang ramai diperbincangkan. Sidang praperadilan terkait penculikan lima orang masyarakat adat Sihaporas pada 22 Juli 2024 ditunda karena ketidakhadiran Polres Simalungun di Pengadilan Negeri Simalungun. Peristiwa ini menambah deretan panjang pelanggaran terhadap masyarakat di Sumatera Utara.

 

Pada 14 Februari 2024, warga Dairi mengajukan gugatan kasasi ke Mahkamah Agung setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menyatakan Persetujuan Lingkungan PT DPM sah pada persidangan 22 November 2023. Persetujuan ini diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui SK No. 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup PT Dairi Prima Mineral. Padahal, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah memutuskan Persetujuan Lingkungan PT DPM tidak sah dan memerintahkan KLHK mencabut izin tersebut pada 24 Juli 2023.

Baca Juga :  Kades Pardinggaran Bangun Irigasi Dengan Pasir Campur Tanah Dari Tambang Sendiri, Warga : Harus Diusut

 

Barisman Hasugian, salah seorang penggugat, mendesak Majelis Hakim MA mendengarkan permohonan masyarakat Dairi yang terancam keselamatannya. “Kami mendesak Majelis Hakim Mahkamah Agung RI untuk membatalkan putusan PTTUN Jakarta dan menguatkan putusan PTUN Jakarta yang menyatakan Persetujuan Lingkungan PT DPM tidak sah,” Barisman Hasugian, dalam rilis, Senin (5/8/2024).

 

Warga Dairi hanya ingin mempertahankan ruang pertanian sebagai sumber kehidupan dan menghindari ancaman tambang terhadap keselamatan mereka. “Kami tidak butuh tambang. Sekali tambang datang, ruang pertanian kami hilang, hidup kami pun lenyap,” kata Barisman.

Baca Juga :  Higgs Domino Mencapai Omset Rp 2,2 triliun Perbulan Melebihi ABPD Provinsi Terbesar Di Indonesia

 

Layasna Berutu, perwakilan warga Dairi lainnya, mengungkapkan bahwa KLHK kini melakukan klaim sepihak atas kawasan hutan. Menurut Layasna, KLHK memasang patok di area ladang dan pemukiman warga Dairi tanpa dialog dengan warga. Tindakan ini memicu kecurigaan bahwa KLHK memuluskan kepentingan PT DPM untuk memperluas wilayah konsesi tambang.

 

Uli Arta Siagian dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan, “Pengukuhan kawasan hutan negara di Dairi merupakan dampak dari implementasi UU Cipta Kerja. Percepatan pengukuhan kawasan hutan tanpa koreksi terhadap proses sebelumnya hanya akan melanggengkan azas domein verklaring.”

 

Rohani Manalu dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) menjelaskan, sebelum memutuskan mengajukan gugatan kasasi, warga Dairi telah menempuh berbagai upaya dan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Komnas Perempuan dan Komnas HAM telah merekomendasikan pembatalan proyek PT DPM karena memicu konflik sumber daya alam dan tata ruang, serta melanggar HAM.

 

Kuasa hukum warga Dairi, Judianto Simanjuntak, menambahkan bahwa keselamatan warga kini terancam oleh aktivitas tambang PT DPM. “Dairi merupakan kawasan rawan gempa, sehingga tidak layak untuk ditambang. Rencana pertambangan PT DPM berada di tanah yang tidak stabil dan lokasi gempa tertinggi di dunia,” ujar Judianto.

Baca Juga :  Sekjen AMAN Kecam Penculikan Lima Anggota Masyarakat Adat Sihaporas: Pelanggaran HAM!

 

Warga Dairi mengapresiasi putusan PTUN Jakarta yang menyatakan Kabupaten Dairi sebagai daerah rawan bencana dan Kecamatan Silima Pungga-Pungga sebagai kawasan lahan sawah fungsional. Namun, di tingkat banding, mereka dikalahkan Majelis Hakim PTTUN Jakarta yang menyatakan Persetujuan Lingkungan PT DPM sah.

 

Meike Inda Erlina dari Koalisi Bersihkan Indonesia menyatakan, “Konflik antara warga Dairi dan PT DPM menunjukkan bahwa pemerintah masih mengedepankan ekonomi ekstraktif. Kami mendesak pemerintah untuk melakukan transformasi menuju ekonomi inklusif yang lebih berkeadilan.”

 

Gugatan kasasi yang diajukan warga Dairi terdaftar dengan nomor perkara 277 K/TUN/LH/2024 dan sedang dalam tahap pemeriksaan oleh Majelis Hakim MA. Warga berharap keadilan dapat ditegakkan demi keselamatan dan kesejahteraan mereka.

Pos terkait