Masyarakat Adat Serukan Gereja Bersatu Hadapi PT TPL: Kekerasan dan Penindasan Harus Dihentikan!

banner 468x60

Jakarta, 2 September 2024 – Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan lakukan audiensi ke Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) untuk melaporkan kekerasan yang terjadi di kedua komunitas tersebut. Audiensi itu dilakukan pada Senin, 2 September 2024, di Jakarta, dengan didampingi Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) dan tim kuasa hukum dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Mereka meminta dukungan PGI dalam menghadapi konflik yang telah berlangsung lama dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Penyerahan Dokumen Perjuangan Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan. Dok, Risnan Ambarita

Kehadiran masyarakat adat diterima dengan baik oleh Sekretaris Umum PGI, Pendeta Jacklevyn Firts Manuputty.

Bacaan Lainnya

Judianto Simajuntak, kuasa hukum masyarakat adat, menjelaskan bahwa konflik ini bermula dari tanah warisan leluhur yang dikuasai PT.TPL. “Tanah ini adalah ruang hidup masyarakat adat yang telah diwariskan turun-temurun. Kami berharap PGI dapat mendukung perjuangan masyarakat adat,” kata Judianto. Lasron Sinurat dari PB AMAN menambahkan bahwa konflik yang dialami masyarakat adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan tidak hanya vertikal, tetapi juga horizontal, yang mengakibatkan masyarakat kehilangan rasa saling percaya dan dukungan. “Kami berharap Gereja-Gereja dapat menyerukan perdamaian di komunitas masyarakat adat, khususnya di Simalungun,” ujar Lasron.

Baca Juga :  Masyarakat Adat Sihaporas Peringati Kemerdekaan di Tengah Ancaman dan Kriminalisasi

Ompu Morris Ambarita, salah satu tokoh adat dari Sihaporas, menceritakan panjangnya perjuangan yang telah dimulai sejak tahun 1998. Sejauh ini, sembilan anggota masyarakat adat Sihaporas telah dipenjara oleh TPL. “TPL juga berhasil mengadu domba masyarakat, sehingga kekeluargaan tidak lagi harmonis. Sebelum TPL hadir dan merampas wilayah adat kami, kehidupan masyarakat adat Sihaporas sejahtera dan kompak,” jelas Ompu Morris. Ia menekankan bahwa masyarakat adat Sihaporas tidak dapat dipisahkan dari tanah leluhur mereka, yang merupakan ruang hidup mereka. Oleh karena itu, ia memohon dukungan dari PGI dalam perjuangan ini.

Marta Manurung, yang mewakili masyarakat adat Dolok Parmonangan, juga memohon dukungan atas penculikan yang terjadi pada 22 Maret 2024 terhadap Sorbatua Siallagan, tetua adat Komunitas Keturunan Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, Simalungun. “Sorbatua diculik oleh orang tak dikenal di pasar, dan kemudian diketahui telah berada di Polda Sumatera Utara. Pada 14 Agustus 2024, Sorbatua divonis dua tahun penjara dan didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan,” kata Marta.

Baca Juga :  Sidang Praperadilan Kasus Penculikan Masyarakat Adat Sihaporas di Tunda. Hakim: Pihak Termohon tidak Menghadiri Persidangan.

Jhontoni Tarihoran, Ketua AMAN Wilayah Tano Batak, menyampaikan bahwa konflik masyarakat adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan sudah berlangsung lama sejak kehadiran PT Toba Pulp Lestari di kawasan Tano Batak. “Yang terbaru adalah penangkapan tidak wajar terhadap Bapak Sorbatua Siallagan, yang sudah berusia 65 tahun, saat sedang berbelanja pupuk bersama istrinya. Ia ditangkap tanpa surat perintah penangkapan dan tanpa pemberitahuan kepada keluarga. Hal yang sama terjadi pada empat warga Sihaporas yang ditangkap pukul 03.00 WIB dini hari saat sedang tidur,” ungkap Jhontoni. Ia berharap PGI dapat mendukung perjuangan masyarakat adat dalam melindungi hak-hak mereka di kawasan Danau Toba.

Mendengar cerita panjang perjuangan masyarakat adat dan kekerasan yang mereka alami, Pendeta Jacklevyn Firts Manuputty menyatakan bahwa PGI turut merasakan penderitaan yang dialami oleh masyarakat adat, terutama keluarga korban di Simalungun. “Kami berdoa agar Tuhan memberi kekuatan kepada masyarakat adat yang sedang berjuang,” ucap Pendeta Manuputty. Ia juga menegaskan bahwa PGI telah memperhatikan dan berdiri di belakang masyarakat adat dalam perjuangan mereka melawan PT Toba Pulp Lestari.

Pendeta Manuputty menyatakan bahwa PGI telah mengikuti kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, PGI bahkan telah mengirim surat kepada seluruh gereja anggota di Sumatera Utara untuk mendukung masyarakat adat dalam konflik dengan TPL. “Meski dalam realisasinya dukungan ini mungkin tidak merata, PGI akan terus merespon, termasuk kepada pemerintah pusat. Ini adalah bagian dari peran gereja untuk hadir di tengah masyarakat,” tutupnya

 

Penulis adalah salah satu Perwakilan Masyarakat Adat dari Sihaporas. 

Pos terkait