TAPUT – Wakil Bupati Tapanuli Utara, Deni Lumban Toruan, menegaskan pentingnya pendataan sektor pertanian secara menyeluruh sebagai fondasi arah kebijakan ke depan. Ia mengingatkan bahwa kegagalan masa lalu tidak boleh terulang akibat ketidakjelasan informasi dasar tentang petani, lahan, dan sumber daya pertanian di daerah ini.
“Kita tidak bisa lagi menebak-nebak. Kita harus tahu persis siapa petaninya, berapa luas lahannya, bagaimana kondisi tanahnya. Tanpa data, tidak ada arah,” tegas Deni dalam Dialog Publik “Pentingnya Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani” yang difasilitasi oleh Darwin Manullang, mempertemukan DPRD, pemerintah daerah, akademisi, Serikat Tani, dan pendamping dari KSPPM pada 28 April 2025 di Gorga Coffee Tarutung.
Deni juga berkomitmen membentuk tim lintas sektor yang melibatkan elemen masyarakat agar pembangunan pertanian di Tapanuli Utara benar-benar berbasis pada kenyataan di lapangan.
Pentingnya pembacaan realitas ini juga digaungkan oleh Maradona Simanjuntak dari DPRD Komisi B, yang mengkritik stagnasi pertanian selama dua dekade. Ia menyoroti mandeknya Peraturan Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perda P3) yang sempat masuk Prolegda 2023 namun gagal disahkan. “Tidak ada pertanian yang berhasil,” tegas Maradona.
Akademisi pangan, Posman Sibuea, memperdalam urgensi data dengan menyatakan bahwa kegagalan pembangunan pertanian bukan semata persoalan teknis, melainkan akibat ketiadaan peta riil yang memetakan relasi lahan, sumber daya, dan aktor. “Pertanian bukan sekadar produksi. Ia adalah ruang bertahan hidup, ruang kuasa, dan ruang regenerasi sosial,” tandasnya.
Kritik terhadap kerangka hukum juga muncul dari Delima Silalahi dari KSPPM. Ia memperingatkan bahwa Draft Perda P3 yang ada saat ini belum cukup berpihak kepada petani kecil dan komunitas adat. Bahkan, beberapa pasal justru berpotensi memperlemah posisi petani. “Kalau kerangka hukumnya tidak diubah, kita hanya mengganti baju kegagalan lama dengan jargon baru,” ujarnya.
Dari kalangan petani, Jaspaer Simanjuntak dari Serikat Tani Tapanuli Utara mendesak agar Perda P3 diterbitkan berdasarkan kebutuhan nyata. Ia juga menyoroti pentingnya pembagian alsintan yang merata, pelatihan pengendalian hama, stabilisasi harga pasar hasil pertanian, serta mendukung program pertanian selaras alam.
Sementara itu, perwakilan dari Dinas Pertanian, Fajar Gultom dan Sey Pasaribu, mengakui banyaknya program yang gagal akibat kurangnya pendampingan berkelanjutan. Sedangkan Heber Tambunan dari Dinas Lingkungan Hidup memperingatkan kerusakan tanah dan air akibat praktik pertanian berbasis kimia, dan menyerukan peralihan ke pertanian berbasis konservasi dan organik.
Dari diskusi ini, terbangun kesadaran bersama bahwa masa depan pertanian Tapanuli Utara hanya bisa dibangun di atas keberanian membaca realitas, membenahi kerangka hukum, memperkuat pendataan riil, serta memastikan keberpihakan nyata kepada petani. Sebuah arah baru yang kini semakin ditegaskan di bawah komitmen Wakil Bupati: pertanian tidak boleh lagi berjalan dalam ketidakpastian. (Red)