Kasus Pemecatan dr. Bilmar Sidabutar Disorot, Dua Laporan Dugaan Pelanggaran Belum Diproses Polres Samosir

Keterangan Foto : dr.Bilmar Sidabutar dan Kuasa hukum Aleng Simanjuntak, S.H.,
banner 468x60

SAMOSIR – Kasus pemecatan dr. Bilmar Delano Sidabutar, kembali menjadi sorotan publik. Sejak laporan resmi (Dumas) disampaikan ke Polres Samosir, hingga kini belum ada tindak lanjut maupun panggilan pemeriksaan terhadap para terlapor.

Kuasa hukum dr. Bilmar, Aleng Simanjuntak, S.H., menyatakan keprihatinan atas lambannya proses hukum yang terkesan menutup mata terhadap laporan Bilmar yang justru menjadi korban dugaan penyimpangan birokrasi dan kriminalisasi.

Dalam surat resmi bernomor 024/KHAS/S/X/2025 tertanggal 7 Oktober 2025 yang ditujukan kepada Kapolres Samosir, Kapolda Sumatera Utara, dan beberapa lembaga penegak hukum pusat, Aleng Simanjuntak mendesak agar dua laporan pengaduan masyarakat yang telah diajukan sejak 25 Agustus 2025 segera ditindaklanjuti sesuai hukum.

Laporan pertama menyangkut dugaan pemberian keterangan palsu di bawah sumpah oleh Mutiara Tampubolon, salah satu saksi dalam perkara sengketa kepegawaian dr. Bilmar di PTUN Medan pada 2 Juli 2025. Dalam kesaksiannya, Mutiara menyebut beberapa pegawai Puskesmas Harian memindahkan inventaris atas perintah dr. Bilmar. Namun, menurut pelapor, pernyataan itu tidak pernah terjadi dan telah mencemarkan nama baik ASN tersebut.

Laporan kedua ditujukan kepada Tim Penegak Disiplin ASN Kabupaten Samosir, yang terdiri dari sembilan pejabat di antaranya dr. Dina Hutapea, Saut Manihuruk, Arnold Sitorus, Jaubat Harianja, Blasman Sitanggang, Besron Sitanggang, Efi D. Sitanggang, Ferdinan Sitanggang dan Eva Sitinjak, Mereka diduga memberikan keterangan tidak benar dalam pemeriksaan administratif yang kemudian melahirkan SK Bupati Samosir Nomor 233 Tahun 2024 tentang Pemberhentian dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri terhadap dr. Bilmar Delano Sidabutar.

Baca Juga :  Polsek Langgam Gelar Patroli C3, Cegah Aksi Kejahatan di Malam Hari

“Dua laporan resmi sudah kami ajukan lengkap sejak Agustus 2025, beserta bukti dan saksi. Namun sampai hari ini belum ada pemeriksaan. Padahal, sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, pelapor berhak mendapatkan tindak lanjut dan SP2HP,” tegas Aleng Simanjuntak, S.H.

Dalam putusan PTUN Medan Nomor 3/G/2025/PT.TUN.MDN, sejumlah fakta persidangan justru membantah tuduhan yang menjadi dasar pemecatan dr. Bilmar.

Keterangan Foto : Pengaduan masyarakat (Dumas) yang dilayangkan pada 25 Agustus 2025

Saksi Pestaria Berliana Tamba, Plt. Kepala Puskesmas Harian, menyatakan di persidangan bahwa tidak ada barang yang hilang atau dipindahkan sebagaimana dituduhkan. Ia juga mengaku tidak pernah ada laporan kehilangan ke polisi.

Sementara itu, saksi Mutiara Tampubolon menyebut tidak pernah dilecehkan secara fisik maupun verbal oleh dr. Bilmar — bertolak belakang dengan isi SK Bupati No. 233 Tahun 2024 yang mencantumkan pelanggaran etika, di No. 6. dr.Bilmar di tuduh Merendahkan dan melecehkan salah satu pegawai
faktaya tidak ada di lecehkan keterangan saksi di Putusan Nomor 3/G/2025/PT.TUN MDN.

Temuan ini memperkuat dugaan bahwa SK pemecatan dr. Bilmar cacat prosedur dan sarat rekayasa administratif, yang semestinya menjadi perhatian aparat penegak hukum.

Baca Juga :  Polisi Amankan 3 Pelaku Pencurian Berondolan Buah Kelapa Sawit di Pangkalan Kuras Pelalawan

“Menurut klien kami, dia bukan pelanggar disiplin, melainkan korban sistem birokrasi yang digunakan untuk membungkam ASN berintegritas,” jelas Bilmar

Kuasa hukum juga akan mengirimkan salinan permohonan tindak lanjut ke DPRD Kabupaten Samosir, meminta lembaga legislatif menyelesaikan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi pada 15 September 2025.

“Sudah ada rapat resmi DPRD, tapi belum ada keputusan atau rekomendasi. Ini bukan sekadar soal administrasi, tetapi soal keberanian lembaga publik menjalankan fungsi pengawasan,” ungkapnya.

Dalam tembusannya, surat tersebut juga akan dikirim ke Presiden RI, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua DPR RI, Ombudsman RI, dan Kompolnas, agar ada perhatian dari tingkat pusat terhadap dugaan pelanggaran hukum dan perlindungan terhadap ASN- pelapor.

kasus ini bermula ketika dr. Bilmar melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan dan penyimpangan administrasi di Puskesmas Harian. Namun, setelah laporan itu, dr. Bilmar justru dituduh melakukan pelanggaran berat dan diberhentikan dari ASN.

“Ini bentuk pembalasan administratif terhadap ASN yang berani bersuara. Setelah melapor, justru dia yang disingkirkan dengan alasan yang tidak terbukti di pengadilan,” tegas Bilmar

Kuasa hukum menambahkan, bila Polres Samosir tetap menunda proses hukum, pihaknya akan melapor ke Kapolda Sumut dan Bareskrim Polri agar dilakukan pengawasan langsung.

“Bilmar kami akan bawa kasus ini ke tingkat nasional Pelapor yang jujur dan berintegritas harus dilindungi, bukan dikorbankan,” pungkasnya.

Baca Juga :  Sinergitas Polsek Pangkalan Lesung dan TNI, Ajak Masyarakat Jaga Kamtibmas Selama Ramadhan

SK Bupati Samosir Nomor 233 Tahun 2024 disebut melanggar prinsip keadilan administrasi karena diterbitkan tanpa dasar pemeriksaan objektif dan tanpa berita acara resmi. Dalam dokumen PTUN, tidak ditemukan bukti adanya pelanggaran berat sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

Selain itu, penetapan sanksi dilakukan oleh tim pemeriksa yang diduga tidak netral dan tidak memberikan ruang pembelaan bagi ASN bersangkutan. Hal tersebut menjadi dasar gugatan hukum dr. Bilmar.

Dalam pernyataannya, dr. Bilmar menyampaikan harapan agar namanya dipulihkan dan keadilan ditegakkan.

“Saya tidak melawan pemerintah. Saya hanya menuntut kebenaran atas kesalahan prosedur yang telah menghancurkan karier dan nama baik saya,” ujarnya.

Kuasa hukum memastikan akan terus memperjuangkan hak kliennya dan membuka diri untuk mediasi terbuka di hadapan publik serta lembaga hukum pusat.

Hingga berita ini diterbitkan, Polres Samosir belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi ke BKPSDM Samosir dan Sekretariat DPRD juga belum mendapat jawaban.

Kasus ini menambah daftar panjang keluhan masyarakat terhadap lambannya penanganan laporan ASN- pelapor penyimpangan integritas, padahal perlindungan terhadap mereka telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. (Abednego Manalu)

Pos terkait