Ketua FPRN Desak Pihak Berwenang Periksa Kades Pegagan Julu VI 

Keterangan Foto : Ketua Forum Pimpinan Redaksi Nasional (FPRN)
banner 468x60

JAKARTA –Kekerasan terhadap wartawan kembali mencoreng wajah demokrasi. Kepala Desa Pegagan Julu VI, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi, Edward Sorianto Sihombing, resmi dilaporkan ke Polres Dairi setelah diduga menganiaya, mengintimidasi, dan merampas alat kerja dua jurnalis. Peristiwa yang terjadi di kantor desa pada Kamis (4/9/2025) itu menuai kecaman keras dari Forum Pimpinan Redaksi Nasional (FPRN).

Ketua DPP FPRN, Muh. Safriansyah, menilai tindakan kepala desa tersebut bukan hanya arogansi pribadi, melainkan sudah masuk kategori pelecehan terhadap demokrasi.

“Kepala desa itu pejabat publik, bukan bos gengster. Dia digaji dari uang rakyat, tugasnya melayani, bukan memukul. Polisi wajib segera memeriksa Edward Sorianto Sihombing dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” tegas pria yang akrab disapa Bang Andi ini.

Baca Juga :  NasDem Nonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi DPR RI

Dua korban, yakni Bangun M.T. Manalu selaku pimpinan redaksi editorial24jam.com dan Abednego P.I. Manalu pimpinan redaksi Inspirasi.online, melaporkan Edward ke polisi dengan nomor LP/B/345/IX/2025/SPKT/POLRES DAIRI/POLDA SUMUT. Mereka mengaku mendapat pukulan, tendangan, ancaman, hingga intimidasi dengan celurit saat menjalankan tugas jurnalistik.

“Kami datang dengan identitas lengkap dan memperkenalkan diri baik-baik. Namun yang kami terima justru kekerasan. Saya dipukul dan ditendang, bahkan ponsel kami coba dirampas,” kata Bangun M.T. Manalu usai membuat laporan polisi.

Baca Juga :  Roy Suryo Tetap Katakan Skripsi Jokowi Palsu, Meski Hadiri Reuni Fakultas Kehutanan UGM

Ketua DPP FPRN yang juga dikenal sebagai mantan Aktivis 98 itu menegaskan, wartawan tidak boleh tunduk pada teror maupun intimidasi.

“Saya minta semua wartawan di tanah air jangan pernah takut dengan ancaman. Kita harus tetap bersuara lantang, karena kebenaran tidak boleh dibungkam. Wartawan adalah pilar demokrasi, tugasnya dilindungi undang-undang,” ujarnya.

Menurutnya, kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum. Jika polisi dan pemerintah daerah tidak bertindak tegas, maka kekerasan terhadap wartawan akan dianggap lumrah dan merusak marwah pers nasional.

FPRN menegaskan, serangan terhadap wartawan sama artinya dengan serangan terhadap demokrasi. Insiden di Desa Pegagan Julu VI disebut sebagai alarm keras bahwa masih ada pejabat publik yang memperlakukan pers sebagai musuh.

Baca Juga :  Program 3 Juta Rumah, Bupati Humbahas Bersama Gubsu Bertemu Dengan Menteri PKP di Jakarta

“Kalau wartawan saja bisa dipukul di kantor desa, bagaimana dengan masyarakat biasa? Jangan biarkan Dairi tercatat dalam sejarah sebagai kuburan kebebasan pers,” tandas Bang Andi.

Forum Pimpinan Redaksi Nasional mendesak aparat kepolisian segera memproses hukum laporan kedua wartawan korban kekerasan, serta meminta Bupati Dairi bersikap tegas terhadap ulah bawahannya. Bagi FPRN, membiarkan kasus ini sama saja membuka jalan bagi tindakan serupa di daerah lain. (Red)

Pos terkait