Tolak Vonis PN Simalungun, Sorbatua Siallagan Ajukan Banding

banner 468x60

Simalungun, 16 Agustus 2024 – Sorbatua Siallagan, tokoh adat Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, melalui kuasa hukumnya, resmi mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Simalungun. Putusan tersebut menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar kepada Sorbatua Siallagan atas tuduhan menduduki kawasan hutan yang diklaim sebagai tanah leluhur.

 

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Dessy Ginting ini menuai kritik dari Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan, yang menilai bahwa putusan tersebut mengabaikan hak-hak adat yang telah mereka miliki secara turun-temurun. Mereka mengklaim bahwa tanah yang mereka tempati merupakan warisan leluhur yang telah dikelola secara tradisional selama berabad-abad, jauh sebelum pemerintah menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan negara.

Baca Juga :  Sekjen AMAN Kecam Penculikan Lima Anggota Masyarakat Adat Sihaporas: Pelanggaran HAM!
Sorbatua Siallagan saat hakim bacakan putusan di PN Simalungun. (14/08/2024)

Puluhan masyarakat adat Dolok Parmonangan bersama kuasa hukum mereka, hari ini resmi mengajukan banding di PN Simalungun. “Kami, Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Simalungun kepada Sorbatua Siallagan. Bebaskan Sorbatua Siallagan, tutup TPL,” seru masyarakat setelah surat permintaan banding dilayangkan di PN Simalungun.

Boy Raja Marpaung, penasihat hukum Sorbatua Siallagan yang tergabung dalam organisasi TAMAN, menyatakan bahwa mereka telah resmi mengajukan banding dan menerima akta banding sebagai bukti. “Kami dari TAMAN, didampingi keluarga, telah jelas menyatakan banding atas putusan perkara Bapak Sorbatua, yang dinyatakan bersalah dengan dissenting opinion. Hari ini kami sudah menerima akta banding, dan selanjutnya kami akan mempersiapkan memori banding untuk pemeriksaan di Pengadilan Tinggi Medan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Dugaan Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Suami Wakil Bupati Labuhan Batu

Rudiman Siallagan, tokoh adat Dolok Parmonangan, juga menyatakan kekecewaannya terhadap putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakan Ketua Adat Dolok Parmonangan semata-mata untuk mempertahankan hak adat dan tanah leluhur yang menjadi identitas serta sumber kehidupan bagi Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. “Keputusan ini sangat mengecewakan karena tidak mempertimbangkan sejarah panjang kami sebagai pemilik sah tanah ini. Kami akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan pengakuan atas hak kami,” ujarnya.

Masyarakat Adat bersama dengan kuasa hukum di PN Simalungun

Jerni, putri Sorbatua Siallagan, turut menyuarakan keprihatinannya. “Ini kelalaian negara yang belum juga mengesahkan kebijakan untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat adat. Makanya Bapak saya mengalami kriminalisasi ini. Kami keluarga akan tetap melawan,” tegasnya usai hakim membacakan putusan pada 14 Agustus 2024.

Baca Juga :  Polisi Tetapkan Pemilik 71 Ton Solar Tanpa Izin di Tanjungbalai Tersangka

Pengajuan banding ini menegaskan tekad kuat Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan untuk memperjuangkan hak-hak mereka melalui jalur hukum, meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar. Kasus ini menjadi sorotan luas sebagai salah satu contoh konflik antara masyarakat adat dan kebijakan negara terkait pengelolaan lahan dan hutan di Indonesia.

Proses banding ini akan menjadi babak baru dalam perjuangan hukum yang dijalani oleh Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. Mereka berharap agar pengadilan tingkat lebih tinggi dapat melihat dengan lebih bijaksana dan adil terkait hak-hak adat yang mereka miliki serta memberikan putusan yang lebih berpihak pada keadilan bagi masyarakat adat di Indonesia.

Pos terkait