Sidang Perdana Kasus Kriminalisasi Warga Adat Sihaporas: Tuntutan Pembebasan Disuarakan

Gambar I Baju Putih Sebelah Kiri Thomson Ambarita dan Kanan Jonny Ambarita.
banner 468x60

Simalungun- Pengadilan Negeri Simalungun menggelar sidang perdana kasus dugaan kriminalisasi terhadap dua anggota masyarakat adat Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita. Selasa, 05 November 2024. Keduanya menghadapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuduh mereka melanggar Pasal 170 ayat 2 juncto Pasal 170 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kekerasan di muka umum, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun 6 bulan, serta Pasal 406 KUHP terkait pengerusakan. Kedua terdakwa telah ditahan selama empat bulan di Polres Simalungun.

Gambar I Aksi Pengawalan Masyarakat Adat di Luar Persidangan

Di luar gedung pengadilan, masyarakat adat Sihaporas melakukan aksi solidaritas. Mereka membawa poster yang menyerukan pembebasan Jonny dan Thomson sebagai bentuk dukungan sekaligus protes atas kriminalisasi yang dianggap menekan perjuangan mereka dalam mempertahankan tanah leluhur.

Baca Juga :  Masyarakat Adat Serukan Gereja Bersatu Hadapi PT TPL: Kekerasan dan Penindasan Harus Dihentikan!

Kasus ini merupakan bagian dari konflik lahan antara masyarakat adat Sihaporas dan PT Toba Pulp Lestari (TPL). Jonny dan Thomson, bersama dua warga lainnya, ditangkap pada 22 Juli 2024 di Desa Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Simalungun, menyusul sebuah insiden yang diduga melibatkan intimidasi dari kelompok tak dikenal yang dikaitkan dengan perusahaan. Konflik terjadi akibat upaya masyarakat adat mempertahankan tanah leluhur mereka, yang diklaim perusahaan sebagai area konsesi.
Pengacara para terdakwa, Boy Raja Marpaung dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Klien kami adalah korban kriminalisasi akibat konflik tanah adat. Tuduhan ini tidak mencerminkan realitas yang ada,” ungkap Boy usai persidangan.

Baca Juga :  Masyarakat Adat Sihaporas Peringati Kemerdekaan di Tengah Ancaman dan Kriminalisasi

Mersy Silalahi, istri Thomson Ambarita, menyatakan kekecewaannya terhadap tuduhan yang dikenakan. “Ini kali kedua suami saya dituduh melakukan tindak kriminal, padahal dia hanya mempertahankan tanah leluhur kami. Kami sebagai masyarakat adat hidup dalam bayang-bayang intimidasi dan ancaman,” ujar Mersy.

Ketua Dewan AMAN Tano Batak, Roganda Simanjuntak, menyampaikan dukungannya terhadap Jonny dan Thomson. “Saya sangat mengapresiasi semangat perjuangan warga Sihaporas, termasuk Jonny dan Thomson. Meskipun menghadapi intimidasi dan kekerasan, semangat mereka untuk mempertahankan tanah adat tetap teguh. Kami berharap agar mereka yang dikriminalisasi hari ini memperoleh keadilan,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat adat sering kali diprovokasi saat mengolah tanah leluhur yang menjadi sumber penghidupan bagi keluarga mereka.

Gambar I Sebelum Pintu Mobil Tahanan di Tutup mereka menyerukan dengan lantang “Tutup TPL, Hidup Masyarakat Adat, Sahkan RUU Masyarakat Adat”.

Sidang ini menjadi babak baru dalam perjuangan masyarakat adat Sihaporas untuk memperoleh keadilan atas tanah yang mereka pandang sebagai simbol identitas dan warisan leluhur mereka.

banner 468x60

Pos terkait