TAPTENG – Besarnya anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah pusat pada desa-desa seluruh Indonesia terkadang sering disalahgunakan oleh oknum-oknum yang mementingkan pribadi, besaran anggaran tersebut dikelola oleh desa dengan tujuan utama untuk membangun desa yang tertinggal demi kemajuan.
Desa Makarti Nauli yang terletak di kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) kini menjadi sorotan publik terkait proyek pembangunan jalan pertanian (perkerasan sirtu) yang sedang dilaksanakannya di dusun III, proyek yang bervolume 605 M² dengan anggaran sebesar Rp. 245.810.000 bersumber dari dana desa T.A 2025 dinilai tidak sesuai dengan aturan pengerjaanya. Senin 14/07/2025.
Fakta dilapangan membuktikan, ketika awak media ini menelusuri lebih jauh dan langsung turun ke fisik, proyek perkerasan tersebut tampak tidak sesuai dengan perkerasan jalan pada umumnya. Hal itu terbukti dengan tampaknya perkerasan yang menggunakan batu yang diduga bersumber dari batu galian C, tidak seperti perkerasan yang pada umumnya menggunakan batu split atau batu makadam.
Lain dari proyek perkerasan sirtu, tampak juga proyek yang saling berdekatan, yakni normalisasi saluran drainase yang menghabiskan anggaran sebesar Rp.42.345.000 juga bersumber dari dana desa T.A 2025 menimbulkan pertanyaan, apakah sudah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan juga petunjuk teknis (juknis) ?.
Pada proyek perkerasan sirtu tersebut, membuktikan banyaknya pasir dibandingkan dengan batu perkerasan, yang mana dapat diduga bahwa proyek pekerjaan tersebut terkesan “asal jadi”.
Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerhati Kinerja Aparatur Negara (LSM PERKARA) angkat bicara dengan adanya temuan proyek desa Makarti Nauli yang kuat dugaan “asal jadi”, Bangun M.T Manalu ketika dimintai pendapat oleh media ini, menerangkan bahwa hal itu dapat kita duga “Mark up”.
“Melihat kondisi pekerjaan tersebut, dapat kita duga bahwa pekerjaan tersebut terkesan “asal jadi” saja, sebagaimana aturan pada pekerjaan perkerasan jalan sudah ditentukan tipe dari batu yang akan digunakan, namun berbeda dengan ini, batu yang digunakan tampak seperti batu galian yang dilumuri dengan tanah liat dan pasir halus” ujarnya.
ditambahkannya, “Dengan tampaknya proyek seperti itu, hal tersebut menjadi tantangan serius bagi dinas pemberdayaan masyarakat dan desa (PMD) Kab.Tapteng agar lebih ketat dan serius dalam mengawasi proyek yang sedang dikerjakan oleh desa tersebut”.
Kita mengapresiasi langkah tegas Bupati Tapteng Marsinton Pasaribu dalam menangani kasus korupsi. Komunikasi langsung dengan Bupati diharapkan dapat membawa perhatian khusus pada oknum kepala desa yang bermasalah.
Kasus Nasrul, Kepala Desa Makarti Nauli, yang tidak dapat dimintai keterangan terkait proyek-proyek di desanya, patut menjadi perhatian. Dinas PMD Tapteng perlu meningkatkan monitoring terhadap kegiatan desa untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Slogan “Desa Membangun Indonesia” dan “Desa Membangun Tapanuli Tengah” seharusnya menjadi semangat untuk kemajuan bersama, bukan ajang kepentingan pribadi. Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan pengelolaan desa dapat lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Bangun MT Manalu menyarankan agar jurnalis tetap mengutamakan komunikasi yang baik dengan kepala desa, namun jika kepala desa tetap tidak transparan dan tidak menaati Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka disarankan untuk melaporkan kepala desa tersebut kepada pihak yang berwenang, seperti aparat penegak hukum (APH). Ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Pungkasnya.
Awak media ini mengunjungi Desa Makarti Nauli untuk melakukan konfirmasi langsung terkait informasi dari masyarakat tentang dugaan penggunaan Dana Desa secara fiktif, khususnya untuk pengadaan pupuk, semprotan, dan bibit tanaman. Ini menunjukkan bahwa tim jurnalis ingin mencari kebenaran dan transparansi dalam pengelolaan Dana Desa di Makarti Nauli. (Abednego Manalu)